Kondisi
Filosofis yang Koheren dan Implikasi dalam Praktik Manajemen
A.
Kondisi Filosofis yang Koheren dalam Praktik
Manajemen
Pemahaman
filosofis bagi manajer dalam menjalankan organisasi dengan menggunakan
perspektif epistemologi dan ontologi sering mengalami kendala dan tidak bisa
dilakukan secara koheren sehingga diperlukan pemahaman perspektif lain yang
dapat menjadi pelengkap ilmu bagi para manajer. Dalam penggunaan perspektif
epistemologi (naturalisme dan hermeneutika) dan ontologi (strukturalis dan
agensi) yang tidak sesuai dengan praktik manajemen, terdapat rerangka yang
filosofis dan metodologis dari Bhaskar (1998) yaitu dengan menggunakan sintesis
realisme transendental dan Archer (1995) dengan menggunakan sintesis
strukturasi.
Realisme transendental
(Bhaskar, 1998)
membuat sebuah sintesis epistemologi dengan
menggunakan hubungan sebab akibat sebagai dasar untuk mengungkapkan suatu
kejadian pada dunia nyata (praktik). Dasar penggunaan perspektif ini yang
pertama bahwa dalam praktik dijalankan pada tiga tingkatan yaitu aktual (adanya
peristiwa), empiris (sifat dari peristiwa) dan kedalaman (proses yang mendasari
peristiwa). Kedua bahwa dunia praktik merupakan akumulasi dari proses yang
berbasis model imajinatif hermeneutia dimana pengetahuan akan digunakan untuk
mendalilkan mekanisme sebab akibat dari hipotesis yang ada. Strukturasi sintesis ontologis (Archer,
1995) merupakan perspektif ontologis sebagai upaya untuk menengahi adanya
perselisihan strukturalis dan agensi. Pertentangannya adalah apakah agensi dan
struktur social saling ketergantungan? Atau saling bergantung namun berbeda?
Artinya bahwa struktur sosial merupakan sebab dan konsekuensi adanya agensi
(lembaga).
Aplikasi dalam
organisasi mengenai adanya perspektif pendukung dalam pemahaman manajer pada
epistemologi dan ontlogi yaitu dengan melihat sebab akibat dari suatu peristiwa
yang terjadi dalam organisasi. Menganalisis proses dan membuat generalisasi
empiris tentang penyebab terjadinya masalah sehingga akan muncul hipotesis
awal. Seorang manajer harus terlibat langsung bersama dengan karyawan dalam
menangani masalah dengan menganalisis faktor-faktor penyebab baik internal
maupun eksternal sehingga penafsiran masalah akan lebih tepat dan mudah
menyelesaikannya. Pemahaman dan kemampuan mengidentifikasi masalah dalam
organisasi merupakan bentuk dari kemampuan manajer dalam mengembangkan konsep
dan perspektif yang terdapat dalam kajian filsafat yang akan memudahkan dalam
pengembangan organisasi.
B.
Implikasi dalam
Praktik Manajemen
Dalam dunia
keorganisasian yang semakin komplek permasalahnya menuntut seorang manajer
untuk dapat memahami filosofis manajemen sehingga dapat megetahui kecenderungan
dirinya dan orang lain dalam konteks perspektif epistemologi dan ontologi.
Pemahaman ini dapat digunakan oleh manajer untuk meningkatkan kinerja dan
memahami model manajemen yang baik dengan proposisi sebagai berikut:
Pertama,
manajer yang baik akan mengenali keterbatasan dua dimensi dalam organisasi
yaitu dimensi kognitif rasional obyektif dan dimensi komunikatif rasional
(makna normatif) dalam organisasi baik secara teoritis maupun realitas.
Pemahaman ini sangat diperlukan bagi manajer untuk menyelesaikan konflik yang
sering muncul dalam organisasi sehingga dapat memberikan
kenyamanan bagi anggota organisasi dalam bekerja.
Kedua, manajer
yang baik tidak akan memiliki kekakuan dalam memilih pola pengelolaan
organisasi dan tidak memiliki sikap arogan dengan menganggap bahwa semua
masalah dapat terselesekan tanpa bantuan orang lain. Manajer harus peka terhadap
penyebab suatu masalah yang timbul dengan siap dengan solusi dan konsekuensi.
Keterlibatan seorang manajer dalam setiap lini sangat diperlukan sehingga
tujuan organisasi bias terawasi dengan baik.
Ketiga, manajer
yang baik akan dapat memahami dan mampu mengevaluasi mengenai perspektif
epistemologi dan ontologi. Seorang manajer yang baik tidak akan menghindar jika
pola yang diterapkan lebih buruk dari konsep yang ditawarkan dengan pendekatan
epistemologi dan ontologi dan termotivasi untuk memperbaiki. Penerimaan akan
konstruksi baru yang lebih baik akan menigkatkan kmampuan seorang manajer dalam
mengimplementasikan strategi serta memiliki toleransi yang tinggi dalam
menghadapi konflik organisasi.